Pages

Kamis, 21 Agustus 2014

PERILAKU KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA



DEFINISI PERILAKU
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2003).
Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, minat, emosi, kehendak, berfikir, motivasi, persepsi, sikap, reaksi dan sebagainya (Azwar S.,2005).
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar, yang merupakan refleksi kejiwaan untuk memberikan respon terhadap situasi di luar dirinya.
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok:
1.   Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health Maintenance)
Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek:

a.   Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b.   Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehatpun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.
c.   Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.
2.   Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Perilaku ini sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior) yang menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mecari pengobatan keluar negeri.
3.   Perilaku Kesehatan Lingkungan
Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya (Notoatmodjo, 2003). Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan, yaitu :
a.   Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.
b.   Perilaku sakit (illness behavior).
Perilaku sakit ini mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya.
c.   Perilaku peran sakit (the sick role behavior)
Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran, yang mencakup hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation).
Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the sick role).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat atau individu, yaitu :
a.   Faktor dasar (predisposing factor), mencakup pengetahuan, sikap, kebiasaan, kepercayaan, norma sosial dan unsur lain yang terdapat dalam diri individu di dalam masyarakat yang terwujud dalam motivasi;
b.   Faktor pendukung (enabling factor), mencakup sumber daya atau potensi masyarakat, terwujud dalam tersedianya alat dan fasilitas serta peraturan;
c.   Faktor pendorong (reinforcing factor), mencakup sikap dan perilaku dari orang lain yang terwujud dalam dukungan sosial. (Green, 2000)







PERILAKU KESEHATAN & KESELAMATAN KERJA
Perilaku kesehatan manuasia atau individu dipengaruhi oleh faktor dasar yaitu faktor yang menjelaskan alasan atau motivasi seseorang untuk berperilaku, faktor pendukung adalah faktor yang merupakan pendukung untuk berperilaku dan faktor pendorong yaitu faktor lingkungan yang dominan dalam pembentukan perilaku. Tenaga kerja yang berperilaku sehat akan menghidari risiko terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Maka dari itu K3 mutlak untuk dilaksanakan pada setiap jenis bidang pekerjaan tanpa kecuali. Upaya K3 diharapkan dapat mencegah dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat melakukan pekerjaan.
Dalam pelaksanaan K3 sangat dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu manusia, bahan, dan metode yang digunakan, yang artinya ketiga unsur tersebut tidak dapat dipisahkan dalam mencapai penerapan K3 yang efektif dan efisien. Sebagai bagian dari iImu Kesehatan Kerja, penerapan K3 dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu adanya organisasi kerja, administrasi K3, pendidikan dan pelatihan, penerapan prosedur dan peraturan di tempat kerja, dan pengendalian lingkungan kerja. Dalam Ilmu Kesehatan Kerja, faktor lingkungan kerja merupakan salah satu faktor terbesar dalam mempengaruhi kesehatan pekerja, namun demikian tidak bisa meninggalkan faktor lainnya yaitu perilaku. Perilaku seseorang dalam melaksanakan dan menerapkan K3 sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan efektivitas keberhasilan K3.
Menurut ILO, kecelakaan kerja 88% karena perilaku yang tidak aman, 10% karena kondisi/lingkungan yang tidak aman dan 2% karena keadaan yang tidak dapat diprediksikan.
Menurut pandangan dan keyakinan tradisionil, kecelakaan kerja terjadi karena nasib, sedang naas, sial, kurang beruntung dan lain-lain, kecelakaan kerja tidak terjadi pada dirinya sehingga tidak perlu ada rencana untuk mencegahnya, dan tidak setiap tindakan beresiko (unsafe act) akan menyebabkan kecelakaan kerja. Akibat dari pandangan tersebut, mereka enggan dan malas berlatih untuk berperilaku selamat (safe behavior), enggan membiasakan diri berperilaku selamat dan akhirnya resiko kecelakaan menjadi meningkat.
Berbeda dengan pandangan dan keyakinan ilmu perilaku, bahwa kecelakaan kerja adalah peristiwa yang rasional dan dapat dijelaskan,  merupakan rangkaian peristiwa  yang tidak  berdiri  sendiri, sehingga langkah  atau  tindakan  harus  diambil  agar  kecelakaan kerja dapat  dicegah dan peluangnya  akan  lebih  besar  jika  tindakan  korektif (latihan dan membiasakan diri)  tidak  dilakukan.
Ada 3 faktor (safety  triad) yang dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja, yaitu: faktor  kepribadian  (person  factor), faktor  lingkungan  atau  kondisi  kerja  (environment  factor), dan faktor  perilaku  atau  tindakan  (behavior  factor).
Faktor kepribadian (personality) :
1.      Apakah  orang  tersebut  mengetahui  bahaya  dari  pekerjaan atau tindakannya?
2.      Apakah  ia  mengetahui  apa  yang  seharusnya  dilakukan?
3.      Mampukah  ia  melakukannya?
4.      Bagaimanakah perasaannya ketika melakukannya? (sulit, mudah, dengan  terpaksa dll)
Faktor ini tergantung kepada: tingkat pendidikan, pengetahuan, pengalaman, lingkungan sosial hidupnya, dan lain-lain. Hal ini sulit diungkap secara keseluruhan karena terletak di dalam diri seseorang.
Faktor lingkungan atau kondisi kerja :
Contoh  dari  faktor  ini  adalah  adanya  tumpahan  minyak,  air,  atau  cairan  kimia  di  lantai  kerja,  APD  ,  efektifitas  dari  alat  pelindung  mesin  dan  sebagainya. Kondisi  lingkungan  atau  kondisi kerja merupakan faktor  yang  mudah  diketahui,  oleh  karena  itu orang lebih sering dan senang untuk  menyalahkan  kondisi  yang  tidak  aman.
Faktor perilaku (tindakan) :
Faktor  ini  menekankan  kepada  apa  yang  sesungguhnya  telah  dilakukan dan bukan  kepada  apa  yang  diinginkan  untuk  dilakukan.
Contoh: memakai helm, menerobos lampu merah, dll
Dari ketiga faktor di atas, ternyata penyebab kecelakaan kerja didominasi oleh faktor perilaku/tindakan (behavior factor), misalnya : dari data I.L.O (1989)  mengungkapkan  dari  75.000  kasus  kecelakaan  88%  disebabkan  tindakan tidak  aman,  10%  oleh  kondisi  tidak  aman  dan  2% kejadian yang tak dapat diprediksi, Strasser  (1981:83) membuktikan  bahwa ” unsafe  behavior  is  contributing  cause  of  85  %  of  all  accident”, penelitian  Hidayat  (1999:3) di jalan tol dari tahun 1992 sampai tahun 1996  menyimpulkan  bahwa  dari  2101  kasus  kecelakaan  yang  terjadi  di  jalan tol 64,8 % adalah  faktor  pengemudi.
Dari beberapa hal yang diungkapkan diatas, maka perilaku K3 harus terus dilatih agar menjadi suatu kebiasaan (safe behavior). Proses latihan perilaku K3 dapat dilakukan melalui tahapan:
1.      Observation (pengamatan)
2.      Feedback (umpan balik)
3.      Reinforcement (penguatan)
4.      Behavior change (perubahan perilaku)
Observation (Pengamatan)
Observation, menga-mati dan memonitor perilaku pekerja dan  mengidentifikasikan  (mengenali)  manakah  perilaku  selamat  dan  manakah  perilaku  tidak  selamat.
Feedback (Umpan Balik)
Feedback,  memberikan  umpan  balik.  Katakan  kepada  pekerja  anda  apakah  ia  melakukan  tindakan  selamat  atau  tidak  selamat. Umpan  balik yang tepat merupakan pemicu kepada  pekerja  untuk  meneruskan   atau  merubah  perilakunya
Reinforcement (penguatan)
Reinforcement  (penguatan),  pemberian  suatu  penguatan yang  positif  sesudah  pekerja  anda  melakukan  tindakan  selamat  dapat  mendorong  pekerja  tersebut  melakukan  lagi  tindakan tersebut.
Contohnya :    "Saya  lihat  anda  memakai  kacamata  pelindung  dengan  baik  hari  ini.  Itu  merupakan  perilaku  yang  selamat.  Saya  senang  melihat  hal  itu".

Behavior Change (Perubahan Perilaku)
Behavior  change  (perubahan  perilaku),  perubahan  ini  terjadi  hanya  bila  selalu  dilakukan  penguatan  ke  arah  "safe  behavior",  ini  merupakan  tujuan  dari  ketiga  proses  sebelumnya.
PENDEKATAN PERSUASIF DALAM PERILAKU K3
Melihat prioritas utama dalam menangani kecelakaan kerja adalah manusia, maka usaha yang paling tepat dilakukan adalah bagaimana membuat manusia berdisiplin dan sadar akan bahaya kecelakaan.
Untuk  mengetahui perilaku manusia dalam bekerja maka perlu dilakukan analisa psikologi. Analisa yang dilakukan dengan melihat pekerja dalam bekerja dari segi pikiran, perasaan dan tidakan yang merupakan pembentuk perilaku.

Pembangkitan sisi pikiran pekerja
Faktor pikiran berisi tentang keyakinan seseoarang mengenai apa yang berlaku. Sekali kepercayaan telah terbentuk, maka keyakinan tersebut akan menjadi dasar pertimbangan seseorang mengenai perbuatan yang akan dilakukan. Keyakinan sendiri terbentuk dari informasi yang didapat seseorang. Bisa saja pekerja berperilaku tidak aman karena tidak mengerti bagaimana cara berperilaku aman. Oleh karena itu dalam komponen ini direncanakan program untuk meningkatkan pengetahuan pekerja tentang keselamatan kerja, yaitu dengan pelatihan singkat, simulasi, dan workshop sesuai analisa kebutuhan pelatihan.

Pembangkitan sisi perasaan pekerja
Usaha selanjutnya dalam pendekatan persuasi dalam peningkatan keselamatan kerja adalah berusaha mengubah reaksi emosional pekerja. Faktor yang paling berperan disini adalah pembangkitan sisi perasaan dari pekerja untuk berperilaku disiplin dalam bekerja.
Pada dasarnya pekerja tahu cara berperilaku yang aman, namun karena berbagai hal seperti menghemat waktu, menghemat usaha, merasa lebih nyaman, dan menarik perhatian membuat pekerja menomorduakan keselamatan. Untuk mengubah pemahaman pekerja ini diperlukan program-program antara lain :
a.       Kampanye dan Sosialisasi Keselamatan Kerja
b.      Publikasi Data Kecelakaan Kerja



Pembangkitan Sisi Tindakan
Yaitu perilaku atau kebiasaan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek lain yang ada disekitar lingkungannya. Ketika lingkungan sekitarnya tidak nyaman atau mendorong kearah negatif (negatif reonforcement) maka kecenderungan perilaku manusia tersebut juga ke arah negatif. Jadi untuk mempengaruhi perilaku seseorang juga harus merubah lingkungan fisiknya.
Perilaku tidak aman juga sering dipicu oleh adanya pengawas atau manajemen yang tidak peduli dengan keselamatan kerja. Pihak manajemen ini secara tidak langsung memotivasi para pekerja untuk mengambil jalan pintas, mengabaikan bahwa perilakunya berbahaya demi kepentingan tercapainya target produksi.
Perilaku tidak aman juga bisa dipicu oleh tidak tersedianya Alat Pelindung Diri di lokasi kerja. Karena tuntutan deadline pekerjaan, sehingga tanpa alat pelindung diri pekerja terpaksa melakukan pekerjaan yang berpotensi bahaya. Jika hal ini dibiarkan maka akan menjadi kebiasaan dalam bekerja.
Memberikan Reward terhadap pekerja yang selalu berperilaku aman dan sebaliknya Punishment di berikan kepada pekerja yang berperilaku tidak aman.

1 komentar:

  1. artikel yang sangat bermanfaat dan bagus
    www.sepatusafetyonline.com

    BalasHapus

silahkan.... di isi